Luctus

Aku tak tau aku menulis kepada siapa,
Untuk siapa,
Supaya apa?
Tetapi rasanya aku selalu terkoneksi dengan sesuatu saat aku menulis,
Seakan-akan, semua beban memang sudah sengaja dibiarkan berdebu dipundak dan akan di angkat ketika momentum sakral tiba, momentum itu ialah sekarang.

Sekarang, kapanpun, dan dimanapun aku berada.

Kemana aku?
Hari-hari yang telah aku jalani beberapa saat,
Sangatlah terisi oleh beribu macam perasaan yang menghantam dada.
Aku, telah gagal readers.

Kalian ingat notes pink tersebut?
Ya, sudah saatnya aku melihat percikan api menghanguskan cuil demi secuil.
Pait? pasti. Takut? pasti. Bahagia? tidaklah juga.
Perasaan kehilangan tersebut mungkin akan selamanya aku kenang,
mungkin juga sampai aku kehilangan akal sehatku, atau mungkin selama ini aku tak punya akal sehat.
Aku tak sanggup berbagi, tak seperti biasanya.
Tak sanggup mengetik kata-kata yang mencekik tenggorokanku.

Ia selalu berbeda dimataku,
Segala perasaanpun terasa asing. Tidaklah seperti yang biasanya.
Maka itu mungkin proses kehilangan kali ini membuatku terkunci dalam lingkaran kegelapan.
Aku tak sanggup, maka segala unek-unek yang terdengar geli oleh orang-orang aku simpan rapat dalam buku kumalku.
Buku yang tak kuizinkan seorangpun untuk membaca, ataupun memegangnya.

Separah itu perasaan ini, readers.

Tapi tak usah engkau khawatir, atau mungkin pun dari awal kau tak pernah khawatir.
Aku baik-baik saja, sepertinya.
Temanku sang waktu membawa lembaran-lembaran perban yang siap membangkitkan ku kembali.
Dan akupun juga selalu berharap dalam hati,
kalau suatu saat nanti,
aku siap membagikan buku unek-unekku kepada kalian.
Maukah?

Comments

Popular Posts